hari ini ada yang berbeda dari hari-hari yang telah menghabisi jam-jam
lalu. Pagi ini menjelang seruan subuh, angin masih berilir mencoba
menghapus air mata para hamba pengais sisa-sisa kenikmatan di akhir
bulan yang masih terpekur diam dan kaku di barak hati mereka. Kali ini
semua terdiam dan membisu. Tiada gema dan suara, hingga isak tangis yang
biasanya hanya terdengar lirih bahkan semut pun tak mungkin bisa tahu,
kini perlahan mulai keras, deras pula air mata para hamba itu, hingga
angin bertiup kencang dan akhirnya lemah, karena tak kuasa membelai dan
mengeringkan nya. Gulungan sajadah yang seharusnya terlipat rapih karena
bersiap pulang, kini harus lusuh dan porak-poranda. Sujud syukur itu
kembali menelan bencana banjirnya pipi keimanan oleh derai air mata
ketakutan akan dosa-dosa mata dan teman-temannya.
Hari ini ada yang tidak biasa. Mentari yang biasanya menjadi idola pagi, kini harus rela kedatangannya menjadi musuh para umat. Mereka berharap dia jangan muncul terebih dahulu, demi sebuah waktu yang jangan pergi.
Wahai waktu yang memberi keindahan, wahai waktu yang tiap hari adalah wangi surga, wahai bulan yang tiap hari adalah jalan lurus berikanlah kebaikan kalian. berikanlah kemurahan kalian. Duduklah untuk sekedar bercakap-cakap dengan kami. ceritakan kepada kami tentang indahnya surga,agar kami selalu tersenyum. beritakan kepada kamu pula betapa kejinya siksa neraka, buatlah agar tulang-tulang dan sendi kami lemas dan menggigil ketakutan, agar tiada pernah sedikitpun istiqomah ini lepas dan berkurang. Wahai waktu yang sekali dalam dua belas, ijinkan kami untuk mengemis kepada mu, memohon bantuan kepadamu untuk meminta kepada-NYA agar mempertemukan kembali denganmu. Bantulah kami mengiba, kalaupun tiada ada izin untuk dipertemukan kembali, buatlah agar amal-amal yang kami kais selama ini bisa menjadi bekal yang cukup.
wahai waktu yang menyatukan umat dikala subuh dan magrib. kami mencintai mu, dan kami akan merindukan mu, bahkan hingga kami kehilangan arti tentang kerinduan.
anton~kamar timur 4.45 (18/9/9)
Hari ini ada yang tidak biasa. Mentari yang biasanya menjadi idola pagi, kini harus rela kedatangannya menjadi musuh para umat. Mereka berharap dia jangan muncul terebih dahulu, demi sebuah waktu yang jangan pergi.
Wahai waktu yang memberi keindahan, wahai waktu yang tiap hari adalah wangi surga, wahai bulan yang tiap hari adalah jalan lurus berikanlah kebaikan kalian. berikanlah kemurahan kalian. Duduklah untuk sekedar bercakap-cakap dengan kami. ceritakan kepada kami tentang indahnya surga,agar kami selalu tersenyum. beritakan kepada kamu pula betapa kejinya siksa neraka, buatlah agar tulang-tulang dan sendi kami lemas dan menggigil ketakutan, agar tiada pernah sedikitpun istiqomah ini lepas dan berkurang. Wahai waktu yang sekali dalam dua belas, ijinkan kami untuk mengemis kepada mu, memohon bantuan kepadamu untuk meminta kepada-NYA agar mempertemukan kembali denganmu. Bantulah kami mengiba, kalaupun tiada ada izin untuk dipertemukan kembali, buatlah agar amal-amal yang kami kais selama ini bisa menjadi bekal yang cukup.
wahai waktu yang menyatukan umat dikala subuh dan magrib. kami mencintai mu, dan kami akan merindukan mu, bahkan hingga kami kehilangan arti tentang kerinduan.
anton~kamar timur 4.45 (18/9/9)
Komentar