Pernahkah kita berfikir lagi, mengapa kita disebut manusia. Mari sejenak
merenungi arti dan makna sebenarnya kita. Dan maaf juga kalau artikel
ini melukai naluri anda (kita) sebagai manusia sejati, dan saya juga
tidak bermaksud mempertanyakan kemanusiaan anda (kita). ijinkan terlebih
dahulu kepada saya untuk merenungi atau mencoba mencari jawaban atas
pertanyaan konyol tapi tak ada yang mau menjawab. Kisah ini bermula saat
mentari pagi yang berteman awan merah kemuda-mudaan datang menjemput
dingin sang selimut tidur. waktu kian beranjak dengan semangat nya namun
saat itu ada yang tidak beranjak, dan mereka masih dengan sigap bermain
dengan angan malam (kita menyebutnya mimpi) yang harum (mimpi adalah
bunga tidur).Entah kenapa justru usia senja yang keluar dari peraduan,
dan menatap dengan mantap menuju bahkan merekalah yang pertama kali
menyapa mentari, sampai - sampai mentari keluar dengan malu yang manis.
Kamar mandi, dulu adalah tempat dimana inspirasi dan bukan konspirasi
menjadi disini, tapi sekarang telah menjadi kolam air yang hanya bisa
diteguk demi sebuah kenikmatan dan kita menyebutnya kesegaran pagi hari.
Langkah - langkah ini bukan lagi mengayuhkan kaki untuk mencari makna
tiap langkah per langkah tapi demi berburu waktu maka kaki ini sudah
seperti roda yang harus sampai demi sebuah kata pujian " disiplin", dan
kenaikan tugas ( lebih akrabnya pangkat).Luar bisa !!!!! ( bukan luar
biasa karena terlalu biasanya kita menipu dengan tampilan luar kita,
luar bisa artinya suatu saat sudut luar kita juga akan membongkar
identitas kita sendiri). tangan dan seluruh gerak ini dihargai, meskipun
saat harga nya tidak pas hanya bisa mengerutu. Dan semua gerak sekarang
berharga meskipun murah juga. Kepercayan dan lisan hanya menjadi melodi
tidur, semua orang bebas berbicara, berjanji, bersumpah meskipun yang
mendengar tahu bahwa itu hanya rombeng ( gombal ). Entah mengapa, mereka
dan kita justru menikmati, dan telah menjadi lagu wajib yang akan dan
selalu di nyanyikan ketika mereka akan tidur bersama tumpukan kertas
ajaib. Dunia berputar sekarang. Begitu pun kepala dan akal. Mencari dan
(mencoba) mencuri makan demi sebuah kata kenyang. Entah kenapa ( juga)
kita hanya tahu kata kenyang dari pada arti kenapa kita makan. Atau
pernah kah dari kita mencoba mencari tahu kenapa kita makan? (jangan
jawab supaya kenyang dan hidup). Malam indah justru bagi mereka adalah
peraduan mewah, berlampu bintang, berdongeng sinar rembulan yang
menerobos celah - celah keangkuhan hati manusia. Dalam tidur kita hanya
bunga yang kita dapati, tanpa kita tahu kenapa dan mengapa? (jangan
menjawab tidur karena lelah dan kewajiban). Sebenarnya pertanyaan ini
adalah tulisan dari teriakan orang gila yang kemarin malam menangis
gembira di kolong jembatan perjuangan, ia menangis gembira karena aku
tahu sendiri sudah satu minggu ini dia belum mengunyah sesuatu selain
mencoba merokok dengan puntung. Kesibukan yang luar biasa, hingga kita
lupa kenapa kita hidup. mata yang meminta lelap, ternyata juga melelap kan
naluri hati seorang manusia yang hakiki Dan tidur kita bukan untuk
membantu mata ini menyempurnakan istirahatnya melainkan menutup mata
dari semua ini. Setiap laparnya perut, maka disitu lah telah
terhidangkan ke-egoisan dan kita malah lahap menyantapnya. Jika orang
gila saja bisa gembira karena tidak bisa makan, bagaimana dengan saudara
kita yang masih mampu mengais akal sehatnya. Dan tak terbayang kan
juga sederas apakah nantinya hujan tangisan dalam negeri ini seandainya
kita tahu bahwa kita terlahir bukan untuk menjadi manusia, melainkan
budak dari hawa nafsu. Dan bagaimana kalau kita mampu memahami bahwa
kita lahir membawa hati yang damai ternyata justru menjualnya ke tukang
daging demi selembar kertas ajaib. manusia dan kini dan kita, adalah
hati yang membedakan.
Oct 22, '07 7:35 AM
Oct 22, '07 7:35 AM
Komentar